Rabu, 20 Maret 2019

Dongeng | Cerita Anak | Ketamakan Darko




Bismillah, kembali posting karya yuk!
Judul   : Ketamakan Darko
Oleh    : Sri Sundari

picture by Pixabay/jplenio

Ketamakan Darko
Sri Sundari


          “Cihuuuyy...!”

          Darko kegirangan, menjadi juara dalam lomba lari di sekolahnya. Tidak sia-sia semalam dia menaburkan pengocok perut ke makanan Hari, si jago lari.  Hari tidak ikut lomba karena mules-mules. Hari tahu kalau itu semua adalah perbuatan Darko, tapi Hari memilih diam saja karena merasa tidak ada untungnya juga membuat keributan. Hari juga ingin teman sekolahnya itu senang menjuarai lari yang selama ini selalu saja dia menangkan.

          Darko ingin menang lomba itu untuk mendapatkan hadiah dari kepala sekolah dan menunjukkan pada teman-temannya kalau dia bisa lebih unggul dari Hari, anak paling populer di sekolah.

          “Baiklah, Darko ... sebagai hadiahnya kamu boleh memilih kristal keberuntungan pada menara yang ada di bukit keabadian. Tapi ingat! hanya boleh mengambil satu saja, di sana ada empat kristal yang bisa kamu pilih. Pakailah sapu terbang karena bukit keabadian sangat jauh,” kata kepala sekolah. Dengan sapu terbangnya Darko menuju bukit keabadian.

          Setiba di bukit keabadian Darko mendaratkan sapu terbangnya dengan mulus di menara pertama. Dia disambut penjaga menara yang sudah menunggunya.

          “Apa yang bisa aku dapat dari kristal ini, Pak?” tanya Darko.

          “Ilmu sihirmu akan ditambah. Kamu akan populer di sekolah. Silahkan kalau mau ambil, " kata penjaga menara pertama.

          “Aku sudah populer sekarang .... ” Darko berkata dengan pongah,  lalu pergi meninggalkan menara itu tanpa permisi. Penjaga menara hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Darko.

          Darko tiba di menara kedua.

          “Apa yang bisa aku dapatkan dari kristal ini?” tanyanya pada penjaga kristal di menara kedua.

          “Kamu akan dapat tongkat ajaib yang akan menjadikanmu nomor satu dari semua sekolah yang ada di negeri ini,” jawab penjaga menara kedua.

          “Hmm ... seperti tongkat si Hari. Tidak, aku ingin lebih populer dari si Hari,” gumam Darko,  lalu kembali meninggalkan menara kedua. Berharap mendapatkan yang lebih dahsyat, pilihannya masih ada dua.

          Di menara ketiga Darko mulai berbinar matanya karena menurut penjaganya kristal itu akan membuatnya populer bukan hanya di sekolah-sekolah sihir tetapi populer sampai ke pelosok negeri.
Darko sudah berniat mengambil kristal ketiga itu tetapi pikiran tamaknya datang lagi.

          “Kalau kristal pertama akan membuat populer di sekolah, kristal kedua populer dari seluruh sekolah di negeri ini, dan krtistal ketiga populer ke seluruh pelosok negeri, maka kristal keempat ..., waahh si Hari bisa kalah telak dariku,” ujarnya, kegirangan.

           Darko meninggalkan kristal ketiga lalu dengan cepat pergi ke puncak bukit untuk mencari kristal keempat, berharap populer di seluruh dunia.

          Pada menara keempat Darko tidak menemukan penjaga, di hadapannya nampak kristal keberuntungannya bersinar dari sebuah tabung kaca.

          Darko mengedarkan pandangan mencari penjaga menara,  tapi dia sudah  tidak mau bertanya lagi pada penjaga karena dia yakin kristal itu akan memberikan kepopuleran dirinya di seantero dunia, lalu diambilnya kristal itu dengan percaya diri.

         Tiba-tiba kristal itu bersinar lebih terang di tangannya sehingga menyilaukan mata Darko dan kristalpun terlempar, jatuh berantakan mengeluarkan suara yang memekakkan telinga. Darko sendiri jatuh terjerembab.

          Hologram Kepala Sekolah muncul di hadapan Darko.

          “Darko, kristal ini keberuntungan yang terbalik. Kristal ini akan menguapkan seluruh ilmu dan kekuatanmu. Untuk mendapatkannya lagi, kamu harus belajar lagi dari awal,” kata hologram Kepala Sekolah, lalu tubuhnya semakin samar dan lambat laun menghilang.

          Terpukul dengan sikapnya sendiri, Darko kecewa dan menyesal. Ketamakan menjadi populer telah menguasai pikirannya.

          Darko pulang tanpa sapu terbang karena sapunya menghilang,  kekuatan sihirnya juga raib entah ke mana. Akhirnya Darko menjadi pengelana, bertahun-tahun lamanya dia baru sampai di sekolahnya lagi, karena harus berjalan kaki dari bukit keabadian.

          Teman-teman, guru, dan orang tuanya tidak mengenali dia lagi karena wajah Darko sudah menjadi dewasa, bejanggut dan berkumis tidak terurus.

          Darko datang sebagai murid baru lagi di sekolah sihir itu. Ilmu dan kekuatan yang selama ini didapatkannya harus dia pelajari lagi dari nol.
Sementara Hari semakin terkenal di seluruh dunia karena kepandaian dan kebaikannya.


Tidak akan habis keinginan untuk dia yang bersifat tamak

Minggu, 17 Maret 2019

Dongeng | Rezeki yang Kembali


Mari mendongeng lagi ...
Tidak akan berlama-lama lagi opening, silakan langsung saja membaca ya, gaes...hehe

Judul    : Rezeki yang Kembali
Oleh     : Sri Sundari


Rezeki yang Kembali
Sri Sundari


          Menjelang siang Bu Ayam pulang dari mengais rezeki, dia membawa sekantung padi hasil kerjanya di ladang Pak Jago. Ditambah sekantung biji jagung pemberian dari Bu Tekukur karena sudah membantu mengumpulkan jerami untuk bahan atap rumahnya.

          “Alhamdulillah, makanan untuk hari ini sudah lebih dari cukup. Anak-anak bisa makan upah padi ini dan besok pagi makan jagung ini,” kata Bu Ayam pada dirinya sendiri. Bu Ayam mempercepat langkahnya teringat delapan anaknya yang sedang menunggu.
Dalam jalannya yang tergesa, Bu Ayam melintasi rumah Bu Bebek. Bu Ayam berhenti berjalan, dia ingat Bu Bebek kemarin baru sembuh dari sakit.

          “Kasihan Bu Bebek, pasti badannya masih lemah untuk ke luar rumah,” gumamnya.
Merasa bahan makanannya lebih untuk persediaan hari itu, Bu Ayam mau membaginya untuk Bu Bebek sekeluarga.

          “Biarlah untuk makan besok Aku bisa mencari rezeki lagi, biji jagung ini bisa menjadi banyak jika dijadikan bubur untuk makan sekeluarga, mudah-mudahan Bu Bebek suka,” gumam Bu Ayam lagi. Tapi rumah Bu Bebek tertutup. Bu Ayam berpikir Bu Bebek sekeluarga sedang tidur siang, lalu menaruh kantung biji jagung pemberian Bu Tekukur di depan pintu rumah Bu Bebek.
Bu Ayam kembali tergesa-gesa pulang, khawatir kepada anak-anaknya.

          Tidak lama kemudian Bu Bebek datang bersama anak-anaknya. Rupanya Bu Bebek sudah sehat lagi, mereka baru saja bergotong royong bekerja di pabrik bekatul di seberang sungai.
Bu Bebek segera memerintahkan anak-anaknya yang cerewet untuk diam sebentar.

          “Ini yang menaruh jagung di sini siapa ya?” tanya Bu Bebek sambil mengacungkan kantung biji jagung.

          “Tidak tahu, Buuuu ...,” jawab anak-anaknya serentak.

          “Mungkin ada yang sengaja mengirimnya untuk kita, tapi kita sudah punya bekatul ya, anak-anak,” kata Bu Bebek sambil memperhatikan kantung bekatul yang dibawa anak-anaknya seorang satu, Bu Bebek juga membawanya di kiri dan kanan.
Anak-anak Bu Bebek mengangguk serentak lagi,

          “Iya, Buuuu ... “

          “Ya sudah, kalian berbaris lalu masuk rumah seperti biasa. Ibu mau memberikan jagung ini ke rumah Kakek Kalkun sekalian sekantung bekatulnya.  Kasihan Kakek Kalkun takutnya belum mempunyai makanan untuk makan malam, sebentar lagi sore,” kata Bu Bebek. Anak-anak Bu Bebek segera berbaris dan masuk rumah dikomando anak paling besar. Bu Bebek sendiri segera berjalan menuju rumah Kakek Kalkun dengan membawa dua kantung makanan.

          Kakek Kalkun tinggal sendirian, Bu Bebek yakin Kakek Kalkun pasti lebih membutuhkan biji jagung itu. Dengan tenaga yang sudah tua Kakek Kalkun tidak bisa berjalan jauh-jauh untuk bekerja.

          Rumah Kakek Kalkun sepi, Bu Bebek tidak bisa menunggunya karena khawatir pada anak-anaknya, mereka suka bercanda sampai kelewatan. Akhirnya Bu Bebek menaruh biji jagung dan bekatul di depan pintu rumah Kakek Kalkun.

          Setelah Bu Bebek pergi, tidak lama Kakek Kalkun datang membawa dua kantung dedak yang diperolehnya dari pabrik dedak Pak Angsa.

          Kakek Kalkun kebingungan ketika mendapati dua kantung makana di depan pintu rumahnya, karena makanannya yang dia punya sudah banyak, cukup untuk sendiri. Kakek Kalkun tidak mau makanan-makanan itu mubadzir.

          Setelah lama berpikir, akhirnya Kakek Kalkun teringat anak muda yang selalu menemaninya jalan-jalan, Merpati.

         “Dia paling suka biji jagung apalagi jika dicampur dengan bekatul dan dedak, pasti Merpati lebih suka,” gumam Kakek Kalkun.

          Dedak miliknya lumayan banyak, jadi dia menambahkan satu kantung dedaknya untuk Merpati.
Hari sudah menjelang sore, sebelum gelap Kakek Kalkun menuju rumah Merpati.

          “Assalamu’alaikum!”

          Lama tidak ada jawaban, Kakek Kalkun menyimpan kantung biji jagung, kantung bekatul dan kantung dedak di depan pagar rumah Merpati. Kakek Kalkun buru-buru kembali lagi ke rumahnya, takut kesorean.

          Hari sudah mau gelap ketika Merpati pulang dengan beberapa ikat gandum di paruhnya. Tubuhnya sedikit lelah dan mengantuk karena kekenyangan makan gandum.
Mengetahui di depan rumahnya ada tiga kantung makanan, Merpati pun sudah mengira bahwa ada tetangganya yang baik hati mengirimnya makanan.

          “Ah, tapi Aku sudah kenyang hari ini dan punya banyak gandum untuk besok. Makanan sebanyak ini lebih dibutuhkan Bu Ayam dan anak-anaknya yang baru menetas. Sebaiknya Aku kirim saja ke rumahnya sekarang juga, mereka harus cukup makanan.”

          Merpati segera terbang menerobos petang dengan kantung-kantung makanan di paruhnya. Sesekali Merpati hinggap untuk beristirahat karena paruhnya merasa pegal.

          Suasana sore yang temaram cukup membuat Bu Ayam sekeluarga segera merapatkan tubuh di rumah. Mereka tidak bisa bermain di luar lagi karena mata mereka tidak bisa melihat jelas kalau sore hari. Anak-anak Bu Ayam yang masih kecil-kecil itu masuk ke dalam dekapan sayap Bu Ayam yang hangat sampai akhirnya semuanya tertidur pulas.

          Merpati tidak bisa berlama-lama karena takut kemalaman. Setelah mengetuk pintu dua kali dan tidak ada jawaban akhirnya Merpati pulang, dia pun menggantungkan kantung bekatul, dedak, biji jagung, dan beberapa tangkai gandum miliknya di depan pintu rumah Bu Ayam.

          Keesokan harinya, tidak seperti biasa Bu Ayam sangat berat membuka mata padahal suara Pak Jago sudah menggema beberapa kali. Bu Ayam rupanya merasakan pusing di kepalanya. Pergantian musim kali ini membuat tubuhnya terserang sakit.

          “Ibuuu, Aku lapar padinya sudah habis ....” kata anak-anaknya sambil menunjukkan kantung padi yang sudah kosong.

          Bu Ayam merasa badannya hari ini tidak terlalu kuat untuk mencari makanan. Tapi dia harus memaksakan diri karena kalau bukan dia siapa lagi yang akan memberi makan delapan anaknya yang masih kecil-kecil itu.

          “Tunggu sebentar, Nak. Ibu sekarang ke ladang Pak Jago, mudah-mudahan ada pekerjaan.”

          Dengan sedikit lesu, Bu Ayam membuka pintu rumahnya mau memaksakan diri ke ladang Pak Jago. Angin terasa dingin ketika menebak  tubuhnya yang lemah.

          Bu Ayam terkejut ketika mendapatkan beberapa kantung makanan di depan pintu rumahnya. Ada bekatul, dedak, gandum, biji jagung dan gandum.

          “Alhamdulillah, rupanya semalam ada yang berkunjung dan Aku tidak tahu. Terima kasih, Ya Allah Engkau telah memberi hamba tetangga yang baik.”

          Bu Ayam gembira sekali dengan rezekinya hari ini, dia jadi bisa istirahat dulu di rumah memulihkan kesehatan badannya karena makanan untuk anak-anaknya hari ini sudah banyak, tanpa menyadari sekantung jagungnya kembali lagi.


Tidak akan rugi membagikan sedikit rezeki kita untuk orang lain, karena keberkahan yang diterima akan lebih banyak.


Jumat, 15 Maret 2019

Cermin | Kamar Kosong

Bismillah, selamat pagi dunia, selamat datang cahaya. Alhamdulillah masih diberi kesempatan bangun pagi dengan sehat wal afiat. Waktunya post sesuatu sebelum mengerjakan sesuatu, ahh...sesuatu sekali jika bisa melakukan hal yang paling kita sukai, menulis ... Insyaallah saya suka dan akan selalu cinta menulis, apa sihh pagi-pagi udah lebay...wekss.
Masih memenuhi tantangan nih, kali ini clunya dari Mbak Nurhalipah salah satu members PF (Pena Friends) yaitu : Cinta dua dunia

Judul  : Kamar Kosong
Oleh   : Sri Sundari

Kamar Kosong
Sri Sundari


“Ngaku saja, Pah! Kamu punya istri muda kan?”

"Iya, Papah kawin lagi ...."

Akhirnya Burhan tidak bisa mengelak lagi ketika Ratih, istrinya menodong dia terus menerus dengan pertanyaan tentang dia yang kawin lagi.

Ratih meraung, lalu berlari ke kamarnya. Dunia baginya sudah hancur. Laki-laki yang selama ini dia dampingi dari nol tega menghianati dia dan anak-anaknya. Usaha yang semakin menanjak telah merubah kelakuan ayah dari empat anak-anaknya itu. Hubungan harmonis keluarganya selama ini berubah menjadi tangis yang tragis. Anak-anaknya yang sudah beranjak dewasa segera memberikan dia dukungan, kecewa dengan Burhan dan tidak menerima tindakan ayahnya.

Burhan tidak mempunyai tempat lagi di rumahnya. Bangunan megah hasil jerih payahnya yang sudah menjadi naungan dia dan keluarganya selama ini harus segera dia tinggalkan, demi istri dan anak-anaknya yang sedang sakit hati.

Tidak ada tempat lain untuk Burhan melepaskan gundahnya selain kepada istri keduanya, Dewi.

“Jangan pernah tinggalkan aku, Dewi.” Burhan berkata lirih sambil meletakkan kepala di pangkuan Dewi. Dewi tersenyum, mengusap kepala Burhan, suami yang paling dicintainya.

“Tidak mungkin aku meninggalkanmu, aku sangat mencintaimu. Tidak usah khawatir dengan hidupmu, selama denganku kau tidak akan kekurangan apa-apa.”

Burhan kini terduduk, dia percaya pada cinta Dewi namun hatinya masih terguncang dengan prahara yang menimpa keluarganya. Selain terusir, Burhan juga kini harus kehilangan aset dan perusahaannya. Semua diambil alih oleh istri dan anak-anaknya. Padahal kalau saja mereka tahu, semua harta yang selama ini mereka nikmati adalah berkat bantuan Dewi.

Dor ... dor ... dor ... Brakk!!

Ratih dan beberapa orang menggedor pintu kamar lalu merangsek masuk. 

Burhan dan Dewi terperanjat,  tidak bisa mengelak ketika seorang lelaki bersorban melemparkan sesuatu ke tubuh mereka, dan ... Psssssttt, pasangan suami istri itu berubah menjadi dua ekor monyet.

Kedua monyet itu meloncat, kabur lewat jendela kamar yang tiba-tiba terbuka, menuju hutan.

Ratih terkesima, tidak menyangka selama ini suaminya menikahi siluman monyet dan tinggal di kamar kosong paling belakang rumahnya. Jadi, selama ini dia menyelinap ke sana? Ratih pingsan.

Kamis, 14 Maret 2019

Puisi | Dihanyut Puisi

Bismillah, mumpung masih pagi, sebelum cucian dan gosokan meminta jatah waktu... mau posting dulu ah, tulisan dengan clue dari Mbak Ester Purba, Jatuh Cinta pada Sang Pujangga.
Ditulis dalam bentuk puisi untuk PF (Pena Friends), yang merasa pujangga dilarang geer, wkwkk ...


Judul   : Dihanyut Puisi
Oleh    : Sri Sundari


Dihanyut Puisi
Sri Sundari


Terucap mesra
Dayu ditelinga
Lalu hawa terasa menghangat
Menghangat lalu menguap
Yang tertinggal hanya getar dalam dada

Pena menari
Aksara bernyanyi
Begitu dia ungkap peristiwa
Gelak dan tangis, lara dan cinta
Jari-jari bergetar, tidak pernah ingkar

Berdekapan dalam rima
Terhanyut mencari makna
Seperti hati seorang perawan
Aku terjerat ungkapan


Karawang, 13032019



Rabu, 13 Maret 2019

Dongeng | Misteri Hilangnya Lima Keranjang Wortel



Bismillah, hai hai jumpeu lagi...
Ada yang suka baca dongeng? Alhamdulillah masih banyak ya, terutama para bunda yang ingin bocil-bocilnya bertumbuh kembang dengan baik karena dengan mendongeng ternyata kita bisa menstimulasi kecerdasan anak lho, dongeng juga bisa menambah kedekatan orang tua dengan anak, selain itu biasanya dongeng juga sarat dengan pesan yang baik untuk dijadikan pelajaran hidup anak-anak kita. So, jangan sungkan membacakan dongeng yaa ...
Ini ada contoh dongeng yang bisa dibacakan sebagai penghantar anak-anak tidur, ditulis dengan harapan  bermanfaat untuk yang membacanya.

Judul     : Misteri Hilangnya Lima Keranjang Wortel
Oleh      : Sri Sundari 


Misteri Hilangnya Lima Keranjang Wortel
Sri Sundari

Langit mulai mendung, hujan akan segera turun. Untung saja panen wortel sudah usai. Tapi Pak Kelinci kelihatan suntuk, hasil panen kali ini sedang menurun. Dia kembali menghitung keranjang-keranjang wortelnya, hatinya masih tidak percaya hanya dapat lima keranjang, biasanya sepuluh atau lebih.
“Perasaan tidak ada hama menyerang, dan Aku selalu merawatnya dengan baik,” gumam Pak Kelinci. Wajahnya terlihat kecewa, merenggut seperti langit di atasnya. Pak Kelinci merasa jerih payahnya selama beberapa bulan ini tidak menghasilkan panen yang memuaskan.
Pak Kelinci menghampiri Pak Marmut yang masih mengumpulkan wortel ke keranjang terakhir.
“Pak, yakin hasil panennya hanya ini?” tanya Pak Kelinci, nada suaranya terdengar menyelidik.  Curiga, jangan-jangan Pak Marmut nekat mencuri wortel-wortelnya, istrinya baru melahirkan lagi, anaknya semakin banyak pasti butuh banyak bahan makanan.
“Tentu saja, ini semua wortel yang saya kumpulkan dari pagi,” jawab Pak Marmut sambil mengusap keringat di keningnya lalu membuka topi untuk mengipasi tubuhnya yang berkeringat. Pak Marmut kelihatan lelah sekali. Pak Kelinci merasa kasihan,  selama ini Pak Marmut sudah sering membantunya dan selalu bekerja keras. Pak Marmut juga selalu jujur seperti pekerja lainnya.
“Oh, ya sudah. Panen sudah selesai, ini wortel bagian Pak Marmut,” kata Pak Kelinci sambil menyerahkan dua kantung besar wortel.
“Terima kasih, Pak Kelinci. Tapi apakah ini tidak kebanyakan? Panenmu kali ini hanya sedikit.”
“Tidak apa-apa. Lima karung masih banyak kok, Pak. Cukup untuk persediaan musim ini. Kalau Pak Marmut sekeluarga masih kurang bahan makanan untuk musim hujan nanti, tinggal datang saja ke lumbung saya ya.”
“Baiklah, Pak Kelinci. Terima kasih.”
Pak Kelinci memang terkenal dermawan, dia tidak pernah merasa memiliki sendiri hasil panennya. Pak Marmut pun segera pulang dengan gembira. Tinggal Pak Kelinci sendirian, memandangi lima karung wortel sudah siap naik truknya.  Kecewa di wajahnya masih terlihat.
“Paman, tomatnya sudah tinggal angkut, semuanya ada lima keranjang,” kata Tikus tiba-tiba datang dari belakang truk, mengejutkan Pak Kelinci yang masih merenung di depan keranjang-keranjang wortelnya.
“Iya, Kus, Terima kasih.”
Tikus mengetahui ada yang tidak beres di wajah Pak Kelinci.
“Ada apa, Paman? Sepertinya sedang bingung. Bukankah Paman sedang panen?”
Pak Kelinci menarik nafas panjang, seolah ingin mengeluarkan beban di dadanya.
            “Begini, Kus. Musim panen kemarin wortel hasil ladangku melimpah sampai sepuluh keranjang, tidak payah seperti sekarang, kenapa ya? Padahal saya sudah merawatnya dengan baik, tidak pernah telat menyiram maupun memberi pupuk,” kata Pak Kelinci sambil menopang dagu.
“Kenapa sampai seperti itu?” tanya Tikus malah balik bertanya.
“Entahlah, baru kali ini  mengalaminya. Apakah mungkin ada pencurian?”
Tikus berpikir sebentar, melihat sekeliling kebun wortel.
“Sepertinya tidak mungkin deh, Paman. Bukankah selama ini tidak pernah ada kerusakan di kebun.”
“Iya sih, tidak mungkin ada pencuri masuk. Ladangku aman-aman saja, kecuali ....”
“Kecuali apa, Paman?”
“Eehh, tidak ada apa-apa, Kus.”
Pak Kelinci tidak mungkin menceritakan kecurigaannya tentang Pak Marmut kepada Tikus, karena dia sendiri tidak ingin terus berburuk sangka kepada Pak Marmut apalagi tidak ada bukti apa-apa.
“Sudahlah, Paman. Hasil panen yang sedikit tidak akan mengurangi rasa bersyukurmu kan, Paman. Lihat saja, Paman adalah salah satu yang beruntung diberi kekayaan tanah pertanian yang luas dan sepanjang tahun menghasilkan panen yang melimpah, bisa memberi kami pekerjaan dan sering memberi penduduk kampung kita makanan,” kata Tikus, menggembirakan hati Pak Kelinci.
Pak Kelinci mengusap wajahnya,
“Astagfirulloh al adzim, kenapa saya lupa ya atas rezeki selama ini. Terima kasih, Kus sudah mengingatkan.”
Tikus tersenyum, memperlihatkan gigi-giginya yang putih bersih runcing.
“Ya sudah, saya pamit ya Paman. Pekerjaan saya di ladang tomat sudah beres. Saya juga sudah membawa tomat upah bagian saya sesuai perjanjian kita kemarin.” Tikus menunjukkan dua kantung keresek tomat yang dibawanya.
“Sama-sama, terima kasih juga kamu sudah membantu panen tomat hari ini. Ini wortel bagian kamu, berikan kepada Ibumu ya!” kata Pak Kelinci sambil memberikan satu kantung wortel kepada Tikus.
“Baiklah, Paman. Sekali lagi terima kasih tomatnya. Berkat Paman akhirnya kami bisa makan tomat. Ibu saya suka sekali makan tomat, hari ini beliau pasti akan membuat puding tomat,” kata Tikus sambil melenggang pulang dengan gembira karena membawa banyak makanan.
Sepeninggal Tikus Pak Kelinci berpikir sebentar, seperti diingatkan oleh perkataan Tikus tadi.
“Hei, apa yang barusan Tikus katakan? Akhirnya mereka bisa makan tomat? Tentu saja karena baru kali ini ladangku menanam tomat.”
Pak Kelinci kemudian memandangi ladangnya yang luas, dan kali ini sudah dibagi dua, tidak hanya untuk menanam wortel tetapi untuk menanam tomat. Tentu saja hasilnya juga menjadi dua jenis, tidak hanya wortel, tetapi juga tomat.
Pak Kelinci tergelak sendiri menyadari kekeliruannya, ternyata lima keranjang wortel yang menghilang diganti dengan lima keranjang tomat yang segar. Akhirnya Pak Kelinci bisa memecahkan misteri menghilangnya lima keranjang wortel miliknya dan semakin bersyukur atas rejeki panennya  lalu segera menaikkan hasil panennya hari ini ke dalam truk dan akan segera membagi-bagikannya sebagian kepada siapa saja yang membutuhkan untuk persediaan musim hujan yang akan segera tiba. Kali ini penduduk kampung  tidak hanya mendapatkan wortel, tetapi juga tomat. Atau bisa memilih, mau wortel atau mau tomat.
Sambil mengemudi truknya, Pak Kelinci masih saja senyum-senyum sendiri.  Rumah pertama yang akan dia datangi adalah rumahnya Pak Marmut, dia akan memberinya sekantung besar tomat segar sebagai wujud permintaan maafnya karena tadi sudah sempat berburuk sangka kepada Pak Marmut.

Bersyukur dan berbaik sangka, akan menambah nikmat yang kita terima.









Selasa, 12 Maret 2019

(Cermin) Pacarku Anak Kampus

Setelah sekian lama tidak menulis di sini, akhirnya hari ini saya beranikan diri lagi nge-blog. Menorehkan apa yang ingin ditorehkan, berbagi apa yang ingin dibagikan, mudah-mudahan ada manfaatnya untuk yang telah sudi membacanya.

Kali ini saya akan menulis cerpen, memenuhi tantangan dari grup kepenulisan yang saya ikuti (grup DWPF mana suaranyaaa...? Kalian luar biasaaa...😅).
Sebenarnya sih ini bukan tantangan, hanya cara admin grup saja untuk memotivasi semangat menulis anggota grupnya. Saya bilang tantangan karena lewat cara ini saya sendiri tertantang menulis karena tema tulisan sudah ditentukan, walau sebenarnya itu adalah kemudahan karena saya juga tidak harus pusing mikirin ide ... hehehe

Clue tantangan : Pacar Khayalan dari Mbak Lori (Crhristian Gloriani)
Judul : Pacarku Anak Kampus
Oleh : Sri Sundari

Pacarku Anak Kampus

Di taman belakang kampus, 

“Psstt ... Psstt ....”

Suara khas itu membuyarkan lamunanku. Tentu saja itu isyarat untukku. Hatiku langsung berbunga karena akhirnya Boy datang juga. 

Hari sudah mulai sore, matahari sudah condong ke barat, membuat bayanganku memanjang sampai ke ujung kakinya ketika aku masih terpaku memandanginya.

Senyum Boy selalu menawan, kumis tipisnya senantiasa membuatku gemas. Boy merentangkan tangannya mengundangku mendekatinya. Langsung saja aku menghambur menuju pelukannya, tak sabar ingin menatap wajah tampannya lebih dekat dan lebih dekat lagi dengan kumis tipisnya.

“Ahahahaaa, kau rindu yaa...” katanya dengan mesra, menjawil hidungku lalu memelukku erat. Pipinya mulai menempel dengan pipiku. Aku sesak haru, dia tahu yang kumau. Tidak ada kata-kata yang bisa kuutarakan, aku hanya ingin selalu dipeluknya. Kami lama terdiam, aku tak peduli itu, aku hanya ingin melepas rindu. Maklum saja, kali ini pacarku anak kampus. Kami bertemu pertama kali di taman kampus ini. 

Tiba-tiba Boy menjauhkan wajahnya dari wajahku, ternyata dia harus melihat seseorang yang menepuknya pundaknya dari belakang.

Ninis, teman baru Boy di kampus. Boy sudah menceritakannya padaku kemarin, Boy akan bertemu Ninis di sini hari ini.

Aku tidak cemburu, karena Boy sayang padaku dan berjanji akan selalu memperhatikanku.

“Hai ... “ Ninis menyapaku, sok akrab. Aku menatap Boy, berharap dia memberitahu apa yang harus aku lakukan pada Ninis, tersenyum apa menyeringai. 

“Aku ada sesuatu untukmu,” bisik Boy di telingaku. Terbukti kan dia selalu perhatian padaku.

Perlahan Boy melepaskan pelukannya dariku, aku didudukkan di kursi taman. Tanpa peduli pada Ninis yang tiba-tiba ikut duduk di sebelahku. Boy merogoh sesuatu dari saku dalam jaketnya lalu berlutut dibawahku.

“Ini untukmu,” kata Boy, manis sekali. Membuka bungkusan dan menaruhnya di dekatku.

Oh my God, Boy hari ini membawakanku dendeng sapi, makanan kesukaanku. Emot cinta bertengger di kedua mataku, aku senang sekali.

Biar saja Boy berbincang dengan Ninis, aku jadi bisa makan dendeng dengan tenang. Biar saja Boy berpacaran dengan siapa pun, yang pasti Boy tetap pacar rahasiaku.

“Makan yang lahap ya manis, besok kita ketemu lagi di sini.” Boy mengelusku dengan senyum menghiasi kumis tipisnya, lalu bersiap pergi bersama Ninis. Aku hanya bisa menggerakkan ekor tanda setuju, tanpa mengeong biar Boy tahu aku kucingnya yang tegar. 

 *** Semoga besok bisa menulis clue selanjutnya ... Thanks for reading 😘😘

Rabu, 24 Juli 2013

Bros kain planel part2


Masih berkreasi dengan kain planel, kali ini saya akan membuat bros bunga yang lain.
Ehmm...sebut aja bunga sepatu, tapi lebih mirip bunga mawar juga sih, hehhehe...
Bahannya masih sama seperti kreasi yang sebelumnya: kain planel (kali ini satu warna saja), gunting, benang, jarum, lem tembak dan peniti bros.
Cara membuatna simak yaaa....
1. Buat sebuah pola bulat berdiameter 5cm, bisa dicetak dari tatakan gelas atau tutup cepuk
2. Gunting kain planel mengikuti pola bulat itu sebanyak 5 buah
3. Ambil satu buah bulatan, lalu lipat menjadi setengah lingkaran dan selanjutnya menjadi seperempat ligkaran seperti terlihat pada gambar
4. Ambil satu bulatan untuk dasar bros, lalu simpan lipatan kain di atasnya, jahit dengan benang dua kali saja, tidak perlu terlalu banyak jahitan. Lalu ulangi satu persatu mengelilingi lingkaran sampai penuh.

                                                                                     
6. Simpulkan benang di bagian belakang bros setelah keempat lipatan di jahit di setiap ujungnya                      
7. Rapihkan setiap lipatan planel menjadi kelopak-kelopak yang cantik                                                          
8. Terakhir taruh peniti bros di bagian belakang bunga, lalu lem dengan lem tembak                            
Taraaaaaaamm....jadi dehh bros cantik penghias jilbab, manis dan mewarnai...semoga menginspirasi ya...:)
      

Dongeng | Cerita Anak | Ketamakan Darko

Bismillah, kembali posting karya yuk! Judul   : Ketamakan Darko Oleh    : Sri Sundari picture by Pixabay/jplenio Ketamakan Dark...