Rabu, 24 Juli 2013

Bros kain planel part2


Masih berkreasi dengan kain planel, kali ini saya akan membuat bros bunga yang lain.
Ehmm...sebut aja bunga sepatu, tapi lebih mirip bunga mawar juga sih, hehhehe...
Bahannya masih sama seperti kreasi yang sebelumnya: kain planel (kali ini satu warna saja), gunting, benang, jarum, lem tembak dan peniti bros.
Cara membuatna simak yaaa....
1. Buat sebuah pola bulat berdiameter 5cm, bisa dicetak dari tatakan gelas atau tutup cepuk
2. Gunting kain planel mengikuti pola bulat itu sebanyak 5 buah
3. Ambil satu buah bulatan, lalu lipat menjadi setengah lingkaran dan selanjutnya menjadi seperempat ligkaran seperti terlihat pada gambar
4. Ambil satu bulatan untuk dasar bros, lalu simpan lipatan kain di atasnya, jahit dengan benang dua kali saja, tidak perlu terlalu banyak jahitan. Lalu ulangi satu persatu mengelilingi lingkaran sampai penuh.

                                                                                     
6. Simpulkan benang di bagian belakang bros setelah keempat lipatan di jahit di setiap ujungnya                      
7. Rapihkan setiap lipatan planel menjadi kelopak-kelopak yang cantik                                                          
8. Terakhir taruh peniti bros di bagian belakang bunga, lalu lem dengan lem tembak                            
Taraaaaaaamm....jadi dehh bros cantik penghias jilbab, manis dan mewarnai...semoga menginspirasi ya...:)
      

Bros Jilbab manis dan simpel dari kain planel

Hallo Jilbaber...!!
Bosan dengan aksesoris jilbab yang itu-itu saja ? 
disini saya akan berbagi cara membuat bros jilbab dari kain planel,
simpel dan tentunya hasilnya akan lumayan membuat penampilan jilbab yang kita kenakan sedikit maniiiiis...
cekidottt...
Bahan yang kita butuhkan adalah : Kain planel dua warna, gunting, peniti bros, benang, jarum lem UHU, dan lem tembak
Cara membuatnya adalah sebagai berikut:
1. Potong kain planel ukuran 3x8 cm untuk kain planel putih, dan 3x10 cm untuk kain planel warna merah 

2.lipat kain memanjang, lalu gunting setengah lingkaran (tidak sampai putus) seperti  terlihat dalam gambar, dan itu juga dilakukan untuk kain yang berwarna putih.
3. Gulung kain putih pertama kali membentuk putik bunga sampai habis, lalu lem ujungnya menggunakan lem UHU

4. Gulung potongan kain planel pink di atas gulungan bunga planel putih menjadi seperti pada gambar, lalu lem ujungnya 


5. Pasang peniti bros dibagian belakang bunga, lalu lem menggunakan lem tembak.
Nahhh, jadi deh bros mungil nan manis ini tuk di tempelkan di jilbab kalian...simpel bukan?
Tak ada yang bisa terlewatkan deh untuk yang kreatif, yukk bikin sendiri di rumah  yaa...:)



Sabtu, 01 Juni 2013

Masih Ada Soulmate Untukku ?

Masih adakah soulmate untukku ...?? Pertanyaan itu sama persis dengan pertanyaanku lima belas tahun yang lalu...perputar-putar di kepala menanti jawaban, lalu ku torehkan pertanyaan itu di beberapa lembar buku diaryku (jaman dulu belum kenal fb, curhat ngga di jadiin status)dengan tanda tanya yang bener2 gedeeeeenya...memenuhi lembaran kertas :D Ketika itu usiaku baru menginjak dewasa, baru lulus sekolah menengah atas. Galau, gak punya pacar....hehhehhe Sampai akhirnya Tuhan juga mengirimkan seorang soulmate untukku, yang sekarang menjadi suami tercinta....hihhi (kedip2)
 Naaahhh...sekarang pertanyaan itu muncul lagi, ketika aku mulai mengikuti bisnis di oriflame...Masih Adakah Soulmate Untukku ???? please ya Allah, semoga engkau kirimkan aku soulmate2 yang banyak di jaringanku...Aammiin...
Di bisnis ini kita dituntut memiliki banyak soulmate, selain untuk perkembangan bisnis...juga untuk menjalin tali silaturahmi kaaaan, di anjurkan banget dalam agama, selain itu kita juga bisa saling mendukung menjadi orang-orang yang berhasil dalam hidup kita...Aamiin
Jangan sungkan jadi soulmate ku, dijamin kita akan berkembang dalam jaringan yang solid...aku sudah merasakannya, leder-leaderku super baik, selalu mementingkan kebersamaan...selalu sabar membimbing kita yang mau belajar... Mauuuuu???? yuk klik gambar2 ini... Semoga ada yang mau jadi soulmate aku yaaa....^^

Sabtu, 09 Februari 2013

Cerpen



Seindah Relung Sangatta




Sangatta rintik-rintik
            Status terbaru teman baru Dewi di facebooknya.
Sebenarnya tidak ada yang menarik dari statusnya setiap hari, tapi entah kenapa Dewi jadi penasaran dengan teman barunya yang belum lama konfirmasi pertemanan dengan dia. Mungkin karena setiap kali membaca statusnya dia hanya menulis tentang Sangatta.  Ah, Sangatta. Begitu banggakah dia dengan Sangatta.
Sangatta sore ini menyejukkan
            Lagi-lagi dia menulis statusnya.
            Apa mungkin dia seorang anak kecil yang sedang belajar bermain-main dengan internet, sekali lagi Dewi mencoba membaca profilnya. Bukan, dia seorang dewasa. Tapi bisa saja profilnya palsu, akun jejaring sosial seperti facebook bisa di manipulasi. Gatal tangannya ingin memberinya kometar pada statusnya, tapi dia tahan keinginannya.
            Penasaran, Dewi mengembalikan akunnya ke beranda rumah, mencari tentang Sangatta.
Ibu kota Kutai timur penghasil batu bara. Daerah penduduknya terbilang maju dengan pendapatan setiap perkapitanya lumayan tinggi. Tidak menarik buatnya, entah untuk para pembisnis dan pemburu minyak mentah. Hanya tertarik dengan  status teman  barunya itu, Dewi kembali lagi membuka facebooknya, status yang tampil masih beberapa menit yang lalu. Tidak ada yang baru.
Status baru muncul, keponakannya memasukkan beberapa foto barunya. Cantik, terlihat energik seperti dirinya di usia sekolah seragam putih abu. Beberapa foto berpose dengan seorang laki-laki sebayanya, mungkin pacarnya. Lucu, jadi seperti melihat bayangannya sendiri waktu dulu, Dewi tersenyum simpul.
Bosan mau memberi komentar, Dewi klik saja ‘like’. Tidak ada yang menarik, dia sudahi saja penjelajahannya di dunia maya.
            “Sudah selesai Mbak?” Sessi mengejutkannya. Dewi seperti tahu maksud pertanyaan Sessi, pasti tentang resensi tulisannya yang akan segera terbit.
            “Belum, masih lama deadline.”
            “Bukan itu maksud saya, buka facebooknya.”
            “Tidak ada yang seru.” Jawab Dewi sedikit tersipu, malu telah menggunakan sarana redaksi untuk kesenangan pribadinya.
            “Lama-lama memang suka bosan. Eh,  mau ada riset di  ajak engga?”
            “Ke Lembang? Engga. Di wakili redaktur kebahasaan.” Jawab Dewi.
            “Bukan, ke Kutai. Sanga....”
            “Sangatta...”
            “Nah, itu dia.”
            “Jauh amat.” Kata Dewi, penasaran di wajahnya sudah dapat di tebak oleh Sessi.
            “Sambil menyelam minum air. Katanya sih, Mas Rio mau meriset bidang maritim di sana untuk tesis nya.” Jawab Sessi.
            “Oh, ada kepentingan pribadi juga.”
            “Kan saya sudah bilang, sambil menyelam minum air.”
            Kenapa semuanya jadi serba Sangatta sih, batin Dewi.
Sesuatu yang telah lama hilang sepertinya muncul kembali, seperti tanaman yang hampir mati lalu mendapatkan sedikit kucuran air sehingga lambat laun menyegar kembali di ingatannya.
            “Saya  punya teman di Sangatta.” Tiba-tiba kata-kata itu meloncat dari mulur Dewi.
            “Masa? wah bisa jadi kabar bagus dong buat pemred. Memang sih katanya penduduknya rata-rata pendatang dari Jawa dan Sulawesi.”
            “Eit, nanti dulu. Cuma teman di facebook kok.” Dewi menyela.
            “Kirain...kalau di facebook, dari Medan sampai Papua sayapun punya Mbak.”
            “Iya ya.”
            Penasaran, Dewi mengejar Sessi yang hendak mengisi perutnya ke kantin. Cewek imut yang berusia setingkat di bawahnya itu akhir-akhir ini memang tengah dekat dengan Dewi. Selalu membantu pekerjaan Dewi, tulisan-tulisannya pun sudah sering terbit. Kreativitasnya dalam menulis termasuk yang membanggakan.
            “Siapa yang pergi?”
            “Pergi ke mana?”
            “Kutai”
            “Oh, yang pasti perwakilan dari tim risdok tentunya. Kenapa? Mau gabung?nanti saya infokan.”
            “Eh, engga usah. Aku lagi males pergi jauh-jauh, apalagi nyebrang lautan.”
            “Mana tau...mau mencari sesuatu di sana.”
            “Mencari siapa?”
            “Siapa atau apa kan Mbak Dewi yang tahu.” Sessi malah meledek, setelah di lihatnya Dewi merasa penasaran.
Tidak terlalu bernafsu juga untuk  ikut, tapi semua jadi membuat Dewi  penasaran. Tiba-tiba semua tentang Sangatta, sesuatu yang sudah lama dia lupakan.
            “Aku mau pergi.” lelaki yang dicintainya bicara dari seberang telefon waktu itu, ditahan mulutnya sekuat tenaga untuk tidak bersuara, egois dalam benak Dewi telah mendominasi kelembutannya. “Ke Sangatta.” Lanjutnya.
            Hening.
            Klik, telpon terputus.
Tidak mengagetkan untuknya kalau dia memutuskan sendiri ponselnya. Mau ke Sangatta, ke Calcutta, ke neraka sekalipun Dewi sudah tidak perduli waktu itu. Untuknya semua telah selesai, mereka tidak dapat merengkuh kebahagiaan. Alasan kenapa dia pergi pun Dewi tidak ingin tahu. Dewi merasa semua akan baik-baik saja tanpa Abiyan kekasihnya. Semua berawal dari kecemburuannya sendiri melihat Abiyan kekasihnya lebih mementingkan adik perempuannya dibandingkan dirinya, berhari-hari dia tidak menemuinya demi menemani adiknya yang baru datang dari luar kota. Mending saja dia seorang adik kandung, ternyata setelah di usut adiknya itu hanya seorang adik yang di angkat keluarganya dari panti asuhan.
Tiga tahun Dewi benar-benar telah melupakannya, hubungan cinta semasa sekolahnya tidak menjadikan Dewi seorang yang cengeng, tidak pernah terbersit sedikitpun dalam hatinya untuk mengingatnya apalagi Dewi sendiri ingin sekali mengejar cita-citanya untuk kuliah di Universitas yang di impikannya.
Dewi kini telah menjadi seorang mahasiswi yang lumayan mempunyai loyalitas dan mempunyai banyak kegiatan di kampus, tidak ada waktu untuk merenungi masa lalu. Termasuk kisah cinta yang kandas semasa sekolahnya dulu.
 Tapi sekarang sesuatu mengusik hari-harinya lagi.
Sangatta, dimana itu dia juga tidak tahu, untuk mencarinya di petapun tidak terpikirkan olehnya waktu itu.
“ Apa perduliku dengan semua ini, bahkan mungkin dia juga telah melupakan aku dengan mencintai wanita sana, wanita Tenggarong, atau bisa saja wanita Samarinda...” batinnya.
*
            “Mbak Dewi, di panggil Mas Rio.”
            “Ada apa? Jangan bilang kamu....”
            “Engga, saya belum infokan hal itu.”
            “Terus ada apa?”
            “Mana saya tahu, tapi kayaknya Mas Rio ada tamu. Mau di kenalin barangkali sama Mbak Dewi, hehe...” Sessi malah meledek.
            “Sejak kapan Pemred berprofesi ganda jadi mak comblang.” kata Dewi sambil berlalu.
            “Sejak tadi. Tidak apa-apa lah...itu kan tanda Abang sayang sama adiknya, yang masih sendiri tanpa seorang kekasih.” Kata Sessi lagi, namun Dewi tidak menggubrisnya. Mas Rio memang sudah mereka anggap seperti Abangnya mereka di kampus.
            Ruangan redaksi sedikit sepi, namun terlihat beberapa staf dari divisi riset dan dokumen tengah berkumpul dengan Mas Rio.
            “Siang mas.”
            “Oh, siang. Dewi kenalkan kawan saya Abiyan.”
            Dug, jantung Dewi seperti berhenti sejenak tapi bekerja lagi dengan sangat kencang hingga terasa darahnya memuncak ke kepala membuat organ lain di tubuhnya kekurangan suplai darah. Dewi lemas sebelum tahu siapa sebenarnya yang di perkenalkan Mas Rio.
            “Siang.” Laki-laki perlente yang diperkenalkan Mas Rio sebagai Abiyan menjulurkan tangannya, tidak memberi Dewi kesempatan untuk menstabilkan kembali aliran darahnya.
Oh Tuhan, aku yakin wajahku pucat pasi, batinnya.
 Bukan, ternyata dia bukan Abiyan yang dia kenal. Sesaat kecewa menyeruak di hati Dewi.
            “Kita ke Kalimantan timur minggu depan, aku memilih kamu sebagai kru. Tenang saja ada Abiyan yang akan menolong kita...silahkan duduk!” entah apa yang ada dalam pikiran Dewi, ucapan Mas Rio seperti menyindirnya. Dewi mencoba tersenyum tapi terasa hambar.
Ternyata tanpa direkomendasikan Sessi pun dia termasuk yang di pilih ikut.
 Abiyan jadi-jadian itu akan jadi pemandu mereka di Sangatta. Dia adalah kawan baik Mas Rio yang sudah lama tinggal di sana, bekerja pada sebuah kapal pengangkut batu bara. Datang ke Jakarta untuk melanjutkan study nya, entah gelar apa yang dia kejar di Akademi Maritim yang pasti dia sudah tahu seluk beluk Sangatta dan selat Makasar.
 Oh Tuhan, ada apa ini sebenarnya, apa aku terkena kutukan karena terlalu meremehkan masa lalu. Ataukah ini karma untukku yang terlalu menyalahkan Abiyan atas segala hal, termasuk kedekatannya dengan seorang wanita yang membuatku cemburu setengah mati, merasa tidak dihargai, dan sok suci. Mungkin hal itu pula yang membuat Abiyan pergi tidak pernah kembali.
Dewi tidak dapat menghindari kecamuk di hatinya. Setelah sekian lama menghilang ternyata rasa itu masih ada.
Wajah Sangatta, membiru meronakan hatiku
            Dewi merasa status itu kembali menyindirnya. Dewi yakin itu adalah petunjuk tentang Abiyan, laki-laki yang dulu pernah menemani hari-harinya semasa SMA. Laki-laki yang ternyata sampai saat ini belum mempunyai pengganti di hatinya.
Berbeda denganku, Sangatta selalu hangat
            Seperti tersihir, Dewi selalu menunggu status itu.
            Dewi terlihat kacau, laporannya tentang majalah kampusnya tidak segera terealisasi. Pekerjaannya sebagai staf divisi online pun terbengkalai.
            “Ada apa Mbak?” Sessi sepertinya melihat gelagat buruk Dewi akhir-akhir ini. Makanya dia sempatin waktunya untuk berkunjung ke tempat kos Dewi yang tidak jauh dari kampus.
            “Kuis ku jeblok.” Dewi segera menjawab, setelah beberapa lama terdiam mencari alasan.
            “Pasti ada sebabnya...”
            Dewi tidak bisa menjawab, dia tidak ingin Sessi tahu tentang hatinya.Kuisnya memang benar-benar jeblok akhir-akhir ini. Namun Dewi sudah tidak perduli lagi dengan kuis ataupun kegiatan lain di kampusnya, dia hanya terus mengingat masa lalunya yang semakin hari semakin membuat pikirannya kacau. Dewi seperti baru kemarin menerima telepon terakhir dari Abiyan, sepertinya dia telah kembali ke masa lalunya dan memulainya lagi menjadi babak baru dalam hari-harinya. Dewi seperti berada di ujung masa SMA nya.
            Seandainya saja waktu itu dia sedikit perduli dengan kepergian Abiyan tentu dia tidak akan begitu kehilangan jejak laki-laki itu.
            “Mbak...” Sessi memanggil.
            Dewi tidak menjawab, gelisah di hatinya semakin menjadi dan tak sanggup lagi dia tanggung sendirian. Akhirnya tumpah juga segala isi hati Dewi kepada Sessi setelah beberapa lama mereka terdiam.
            “Itu artinya k Mbak Dewi masih mencintainya.” Kata Sessi setelah dengan sabar mendengarkan curahan hati Dewi.
            “ Tapi kenapa akhir-akhir ini? Setelah sekian lama.”
            “Karena memang akhir-akhir ini Mbak mendapatkan kembali masa lalu itu.”
            “Iya, semuanya seperti tengah menghukumku.”
            “Mungkin ada seseorang di balik semua ini.”
            “Maksud kamu?”
            “Maksud saya, mungkin bisa saja ada seseorang yang mencoba membuat Mbak Dewi ingat kembali masa lalu itu. Bisa saja kan.”
            “Apa?” Dewi semakin penasaran.
            “Ini hanya feeling saja, sepertinya sebuah sekenario tengah di jalankan.”
            “Ngaco, tidak ada orang yang mengenal Abiyan di sini.”
            “Mbak Dewi boleh saja kehilangan jejak Abiyan tapi Abiyan kan belum tentu tidak mencarimu, Mbak.”
            Dewi sebenarnya ingin merespon kata-kata Sessi dengan gembira, dengan mengatakan ‘semoga saja’ tetapi dia tidak ingin sahabatnya itu memperpanjang pikirannya tentang Abiyan. Dewi yakin Abiyan bukan laki-laki seperti itu, memata-matai dia memakai mata orang lain.
            “Menurut kamu siapa?” selidik Dewi sedikit terpancing dengan pikiran Sessi.
            “Kalau Mbak Dewi mau aku bisa selidiki.” Kata Sessi lagi.
            “Sudahlah, itu tidak mungkin.”
            “Ya sudah, sepertinya Mbak Dewi sudah lega.”
Dewi memaksakan tersenyum, memang dia agak sedikit lega setelah mencurahkan segalanya kepada Sessi. Meskipun kini hatinya tengah bertanya-tanya, mungkinkah Mas Rio tengah menjadi dalang dari semua ini dengan menyelami kejadian akhir-akhir ini di kampus, dari mulai risetnya yang memilih Sangatta sampai teman baiknya yang bernama Abiyan.  Tapi Dewi menepis semuanya, dia tahu seperti apa Mas Rio dan tidak pernah terlihat mimik mencurigakan dari wajah mas Rio. Semua terlihat biasa saja.
            Waktu untuk terbang ke Kalimantan tiba, Dewi ingin profesional dalam kegiatan majalah kampus yang dia geluti. Benaknya hanya dia sendiri yang tahu, meski dia bertekad berangkat untuk bekerja, bukan untuk mencari Abiyan tapi dalam hatinya dia menghendaki Tuhan memberinya kesempatan.
Tiba-tiba Sangatta akan begitu indah untuknya, jauh di relung hatinya dia berbisik,  Sangatta...tunggu aku karena Abiyyan bersamamu.
Sementara di Bandara, Sessi yang baru saja melepas keberangkatan Dewi dan staf redaksi untuk terbang ke kalimantan tengah berbicara melalui ponselnya dengan seseorang di Sangatta.
“Sip Bang, dia berangkat. Sekarang tinggal giliran Abang yang mengatur semuanya.” Katanya, di jawab dengan ucapan terima kasih dari seberang telefon. Usahanya dinilai cukup untuk membahagiakan Abiyan kakak angkatnya yang telah begitu berjasa membiayai sekolahnya setelah ayah angkatnya meninggal dengan bekerja di sebuah kapal pengangkut batu bara dan jauh dari keluarga.  Penyamaran dirinya melalui jejaring sosial facebook membuahkan hasil, dan usahanya meyakinkan Mas Rio untuk riset tesisnya ke Sangatta pun patut di acungi jempol. Tapisudut matanya tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya, siapa sebenarnya Abiyan kawannya Mas Rio. Ah, mungkin itu sebuah pertolongan, batinnya.
**


Oleh   : Sri Sundari 










Dongeng | Cerita Anak | Ketamakan Darko

Bismillah, kembali posting karya yuk! Judul   : Ketamakan Darko Oleh    : Sri Sundari picture by Pixabay/jplenio Ketamakan Dark...