Mari mendongeng lagi ...
Tidak akan berlama-lama lagi opening, silakan langsung saja membaca ya, gaes...hehe
Judul : Rezeki yang Kembali
Oleh : Sri Sundari
Sri Sundari
Menjelang siang Bu Ayam pulang dari mengais rezeki,
dia membawa sekantung padi hasil kerjanya di ladang Pak Jago. Ditambah sekantung
biji jagung pemberian dari Bu Tekukur karena sudah membantu mengumpulkan jerami untuk
bahan atap rumahnya.
“Alhamdulillah, makanan untuk hari ini sudah
lebih dari cukup. Anak-anak bisa makan upah padi ini dan besok pagi makan jagung ini,” kata Bu Ayam pada dirinya sendiri. Bu Ayam mempercepat langkahnya teringat delapan
anaknya yang sedang menunggu.
Dalam jalannya yang tergesa, Bu Ayam melintasi
rumah Bu Bebek. Bu Ayam berhenti berjalan, dia ingat Bu Bebek kemarin baru sembuh dari sakit.
“Kasihan Bu Bebek, pasti badannya masih lemah
untuk ke luar rumah,” gumamnya.
Merasa bahan makanannya lebih untuk persediaan
hari itu, Bu Ayam mau membaginya untuk Bu Bebek sekeluarga.
“Biarlah untuk makan besok Aku bisa mencari rezeki lagi, biji jagung ini bisa menjadi banyak jika
dijadikan bubur untuk makan sekeluarga, mudah-mudahan Bu Bebek suka,” gumam Bu Ayam lagi. Tapi rumah Bu Bebek tertutup. Bu Ayam berpikir
Bu Bebek sekeluarga sedang tidur siang, lalu menaruh kantung biji jagung pemberian
Bu Tekukur di depan pintu rumah Bu Bebek.
Bu Ayam kembali tergesa-gesa pulang, khawatir
kepada anak-anaknya.
Tidak lama kemudian Bu Bebek datang bersama
anak-anaknya. Rupanya Bu Bebek sudah sehat lagi, mereka baru saja bergotong royong
bekerja di pabrik bekatul di seberang sungai.
Bu Bebek segera memerintahkan anak-anaknya
yang cerewet untuk diam sebentar.
“Ini yang menaruh jagung di sini siapa ya?”
tanya Bu Bebek sambil mengacungkan kantung biji jagung.
“Tidak tahu, Buuuu ...,” jawab anak-anaknya serentak.
“Mungkin ada yang sengaja mengirimnya untuk
kita, tapi kita sudah punya bekatul ya, anak-anak,” kata Bu Bebek sambil memperhatikan
kantung bekatul yang dibawa anak-anaknya seorang satu, Bu Bebek juga membawanya
di kiri dan kanan.
Anak-anak Bu Bebek mengangguk serentak lagi,
“Iya, Buuuu ... “
“Ya sudah, kalian berbaris lalu masuk rumah
seperti biasa. Ibu mau memberikan jagung ini ke rumah Kakek Kalkun sekalian sekantung
bekatulnya. Kasihan Kakek Kalkun takutnya belum mempunyai makanan untuk makan malam, sebentar lagi sore,” kata
Bu Bebek. Anak-anak Bu Bebek segera berbaris dan masuk rumah dikomando anak
paling besar. Bu Bebek sendiri segera berjalan menuju rumah Kakek Kalkun dengan
membawa dua kantung makanan.
Kakek Kalkun tinggal sendirian, Bu Bebek yakin
Kakek Kalkun pasti lebih membutuhkan biji jagung itu. Dengan tenaga yang sudah
tua Kakek Kalkun tidak bisa berjalan jauh-jauh untuk bekerja.
Rumah Kakek Kalkun sepi, Bu Bebek tidak bisa
menunggunya karena khawatir pada anak-anaknya, mereka suka bercanda sampai kelewatan.
Akhirnya Bu Bebek menaruh biji jagung dan bekatul di depan pintu rumah Kakek
Kalkun.
Setelah Bu Bebek pergi, tidak lama Kakek
Kalkun datang membawa dua kantung dedak yang diperolehnya dari pabrik dedak Pak Angsa.
Kakek Kalkun kebingungan ketika mendapati dua kantung makana di depan pintu rumahnya, karena makanannya yang dia
punya sudah banyak, cukup untuk sendiri. Kakek Kalkun tidak mau makanan-makanan
itu mubadzir.
Setelah lama berpikir, akhirnya Kakek Kalkun teringat anak
muda yang selalu menemaninya jalan-jalan, Merpati.
“Dia paling suka biji jagung apalagi jika
dicampur dengan bekatul dan dedak, pasti Merpati lebih suka,” gumam Kakek
Kalkun.
Dedak miliknya lumayan banyak, jadi dia
menambahkan satu kantung dedaknya untuk Merpati.
Hari sudah menjelang sore, sebelum gelap Kakek
Kalkun menuju rumah Merpati.
“Assalamu’alaikum!”
Lama tidak ada jawaban, Kakek Kalkun menyimpan
kantung biji jagung, kantung bekatul dan kantung dedak di depan pagar rumah Merpati.
Kakek Kalkun buru-buru kembali lagi ke rumahnya, takut kesorean.
Hari sudah mau gelap ketika Merpati pulang
dengan beberapa ikat gandum di paruhnya. Tubuhnya sedikit lelah dan mengantuk karena kekenyangan makan gandum.
Mengetahui di depan rumahnya ada tiga kantung
makanan, Merpati pun sudah mengira bahwa ada tetangganya yang baik hati mengirimnya
makanan.
“Ah, tapi Aku sudah kenyang hari ini dan punya
banyak gandum untuk besok. Makanan sebanyak ini lebih dibutuhkan Bu Ayam dan anak-anaknya
yang baru menetas. Sebaiknya Aku kirim saja ke rumahnya sekarang juga, mereka
harus cukup makanan.”
Merpati segera terbang menerobos petang dengan
kantung-kantung makanan di paruhnya. Sesekali Merpati hinggap untuk
beristirahat karena paruhnya merasa pegal.
Suasana sore yang temaram cukup membuat Bu
Ayam sekeluarga segera merapatkan tubuh di rumah. Mereka tidak bisa bermain di
luar lagi karena mata mereka tidak bisa melihat jelas kalau sore hari. Anak-anak
Bu Ayam yang masih kecil-kecil itu masuk ke dalam dekapan sayap Bu Ayam yang hangat
sampai akhirnya semuanya tertidur pulas.
Merpati tidak bisa berlama-lama karena takut kemalaman.
Setelah mengetuk pintu dua kali dan tidak ada jawaban akhirnya Merpati pulang,
dia pun menggantungkan kantung bekatul, dedak, biji jagung, dan beberapa tangkai
gandum miliknya di depan pintu rumah Bu Ayam.
Keesokan harinya, tidak seperti biasa Bu Ayam sangat
berat membuka mata padahal suara Pak Jago sudah menggema beberapa kali. Bu Ayam rupanya merasakan pusing di kepalanya. Pergantian musim kali ini membuat tubuhnya terserang sakit.
“Ibuuu, Aku lapar padinya sudah habis ....”
kata anak-anaknya sambil menunjukkan kantung padi yang sudah kosong.
Bu Ayam merasa badannya hari ini tidak terlalu
kuat untuk mencari makanan. Tapi dia harus memaksakan diri karena kalau bukan
dia siapa lagi yang akan memberi makan delapan anaknya yang masih kecil-kecil
itu.
“Tunggu sebentar, Nak. Ibu sekarang ke ladang
Pak Jago, mudah-mudahan ada pekerjaan.”
Dengan sedikit lesu, Bu Ayam membuka pintu
rumahnya mau memaksakan diri ke ladang Pak Jago. Angin terasa dingin ketika menebak tubuhnya
yang lemah.
Bu Ayam terkejut ketika mendapatkan beberapa
kantung makanan di depan pintu rumahnya. Ada bekatul, dedak, gandum, biji jagung
dan gandum.
“Alhamdulillah, rupanya semalam ada yang
berkunjung dan Aku tidak tahu. Terima kasih, Ya Allah Engkau telah memberi
hamba tetangga yang baik.”
Bu Ayam gembira sekali dengan rezekinya hari
ini, dia jadi bisa istirahat dulu di rumah memulihkan kesehatan badannya karena
makanan untuk anak-anaknya hari ini sudah banyak, tanpa menyadari sekantung jagungnya
kembali lagi.
Tidak akan rugi membagikan sedikit rezeki kita
untuk orang lain, karena keberkahan yang diterima akan lebih banyak.
Begitu banyak berkat yang kita dapat kalau kita ikhlas membantu orang lain
BalasHapusBetul banget, Mbak Lori...😁😇
HapusMantul, Ambu! Sederhana tapi mempesona dan bermakna 😊👍👏
BalasHapusNuhun, Papi Badar ... 😁😁
HapusKeren Ambu... jadi kangen juga nuli dongeng... hihihi
BalasHapusAyo, Mbak Rin... Ntar buat dibacain dede Shaumi, hihii
HapusMantap, pesan moralnya dapet banget.
BalasHapus